Facebook

Minggu, 14 Februari 2016

Catatan Perjalanan: Kendan, Nagreg, dan Bojong Menje (Part 2)



KENDAN, NAGREG, DAN BOJONG MENJE (PART 2)

Di bagian pertama catatan perjalanan ini, aku menceritakan sekilas mengenai kegiatan di Gunung Kendan dan Situs Kerajaan Kendan (cek part 1 disini). Setelah puas menikmati keindahan alam situs Kerajaan Kendan, kami melanjutkan perjalanan untuk mencari makan siang. Kami berencana untuk langsung mencari makan di sekitaran Nagreg, tapi seperti biasa, kami mengambil jalan berkeliling dan memutuskan untuk mampir di Stasiun Nagreg sebentar.
Stasiun Nagreg merupakan salah satu stasiun tertinggi di Indonesia (+848 mdpl) yang masih aktif beroperasi. Stasiun ini tercatat mulai beroperasi sejak tahun 1890 dengan dua jalur kereta yang aktif. Terletak sekitar 50 meter dari Jalan Raya Bandung-Tasikmalaya, Stasiun Nagreg hanya berjarak beberapa ratus meter dari situs Kerajaan Kendan. Jarak antara daerah Kendan-Stasiun Nagreg dapat ditempuh dengan waktu 10 menit saja. Betul-betul dekat, kan?


di depan stasiun nagreg

Saat kami datang, stasiun kebetulan sedang tidak beroperasi. Suasana sepi dan gerbang masuk ke dalam peron pun ditutup. Betapa beruntungnya kami karena saat kami melongok ke dalam stasiun, masih ada beberapa penjaga stasiun yang dengan baik hati mempersilahkan kami masuk ke dalam stasiun dan berfoto-foto ria. Petugas stasiun pun dengan ramahnya bercerita sedikit tentang keadaan stasiun Nagreg saat ini. Sembari yang lain mengobrol dengan petugas stasiun, saya menyempatkan diri untuk duduk di wilayah tunggu penumpang. Langit-langit dan tembok yang berusia sudah sangat tua terlihat jelas. Beberapa kursi reyot dimakan waktu. Papan informasi jalur keberangkatan sudah pudar dan tak terlihat jelas tulisannya. Yang jelas, Stasiun Nagreg ini dilewati oleh kereta tujuan Cibatu-Purwakarta, Purworkerto, dan Solobalapan. Di samping bangunan stasiun yang tua dan beberapa kursi yang reyot, mesin pengatur lajur kereta sangatlah indah. Yang aku maksud dengan indah adalah mesin terlihat terawat dengan baik dan bersih. Semuanya berfungsi dengan baik. 

mesinnya masih bagus dan bersih terawat

Perut terasa menggaruk dari dalam setelah menghabiskan waktu kira-kira 30 menit di Stasiun Nagreg. Rasa lapar ini mengharuskan kami untuk pergi ke tempat makan siang dan melanjutkan perjalanan ke titik selanjutnya, Situs Candi Bojong Menje, yang terletak di Kampung Bojong Menje, Kelurahan Cangkuang, Kecamatan Rancaekek. Jalan masuk menuju situs ini masih berupa gang perumahan warga sekitar, letaknya di sebrang PT. Kewalram Indonesia. Yang menjadi penanda masuk adalah sebuah papan kecil bertuliskan Situs Candi Bojong Menje dengan sebuah miniature pesawat baling di atasnya. Entah apa maksudnya. Mungkin memang tidak ada maksud khusus.


Dari gang masuk menuju titik lokasi situs sangatlah dekat. Motor kami parkirkan di depan rumah warga di dalam gang tersebut setelah meminta izin. Berbekal zero knowledge, aku membawa bayangan akan situs-situs candi besar seperti yang tersebar di Garut. Ketika sampai di sana, yang aku lihat adalah setumpukan bebatuan bekas peninggalan candi yang ditutupi oleh atap semi permanen. Di sekitar lokasi penyimpanan batu dibuat semacam parit supaya tidak banyak orang masuk ke dalam wilayah peletakkan bebatuan. Miris, I must say. Seharusnya situs peninggalan cagar budaya semacam ini dapat diperlakukan dengan lebih baik. Namun kurangnya perhatian dari pemerintah membuat proses pemugaran berjalan dengan sangat lambat, itu pun atas inisiatif dari keluarga yang menempati tanah lokasi situs dan warga sekitar. 

tempat sementara bebatuan candi

Situs Candi Bojong Menje ini sendiri pertama kali ditemukan oleh pihak keluarga pemilik tanah di tahun 2002. Candi ini merupakan sisa peninggalan kerajaan Sunda dan diperkirakan berasal dari abad ke-8. Beberapa bebatuan yang ditemukan dari lokasi situs ini memiliki ukiran-ukiran yang sayangnya sudah mulai pudar, sehingga sulit untuk ‘dibaca’. Selain itu, lokasi tempat ditemukannya candi ini sedikit memprihatinkan. Dikelilingi oleh pabrik industri tekstil, sterilisasi wilayah situs candi tidak bisa dilakukan. Padahal seharusnya sebuah situs candi memiliki wilayah steril paling sedikit dengan radius 50 meter disekelilingnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat beberapa candi lagi yang tersebar di wilayah Kelurahan Cangkuang. Harga tanah yang dipatok sangat tinggi oleh pihak pabrik membuat warga dan pemerintah tidak dapat membebaskan lahan dalam jumlah yang besar. Untungnya keluarga pemilik tanah dan warga sekitar mau bekerja sama dalam proses pemugaran dan perlindungan cagar budaya ini.

beberapa bebatuan disimpan dalam rumah

Situs Candi Bojongmenje ini sekiranya dapat menjadi suatu atraksi wisata baru untuk para peminat khusus bila dapat dikembangkan dengan lebih baik lagi. Minat terhadap situs-situs semacam ini sudah mulai meningkat di kalangan muda-mudi, walaupun dengan tujuan yang sedikit melenceng dari apresiasi budaya dan sejarah. Namun tidak dipungkiri bahwa pemugaran dan perawatan situs-situs semacam ini dapat meningkatkan juga citra wilayah dan pemasukan warga sekitarnya. Asalkan ya itu, dengan perawatan yang tepat dan benar, dan juga sistem yang baik dari pengelola. Semoga wilayah situs ini dapat menjadi lebih baik lagi, dapat lebih diperhatikan oleh pemerintah atau lembaga manapun yang mau meningkatkan kinerja pemugaran situs ini.

di halaman situs candi bojongmenje, indahnya warna warni bunga

Kendan, Stasiun Nagreg, dan Candi Bojong Menje benar-benar menjadi pengisi kebahagiaanku di hari itu. Selalu berharap dapat melakukan perjalanan lainnya, perjalanan serupa, ke tempat-tempat yang lebih menarik lagi :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar