Facebook

Rabu, 09 Maret 2016

Catatan Perjalanan: Ngaleut Makam Pandu (Part 1)



NGALEUT MAKAM PANDU (Part 1)

Pada hari Minggu (28/02/2016) yang lalu, akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk berkeliling makam Pandu melalui kegiatan Ngaleut Makam Pandu. Sebenarnya sudah lama saya penasaran dengan isi dari makam Pandu ini. Berkali-kali melewatinya karena dekat dari rumah, tapi selalu tak ada waktu untuk sekedar berkeliling melihat isinya.

Rasa penasaran saya makin bertambah pada tahun 2013 lalu, ketika saya sedang KKN di Kelurahan Pajajaran. Saat sedang berjalan santai pagi dengan teman-teman, saya melihat sebuah pemakaman khas negeri barat sana yang sangat terawat dan sangat indah. Untuk pertama kalinya seumur hidup saya melihat makam macam di film-film itu dengan mata kepala sendiri. Sayangnya, saya hanya dapat melihat melalui ‘lubang tikus’ di balik pagar tumbuhan tinggi yang menjadi pembatas areal pemakaman tersebut. Karena takut ketahuan oleh warga sekitar dan satpam, saya dan teman-teman langsung ngacir tanpa sempat memotret.

Saat saya bergabung dengan Komunitas Aleut, barulah saya tahu kalau ternyata nama makam tersebut adalah Ereveld Pandu; sebuah pemakaman Belanda yang tanahnya masih merupakan wilayah aktif Negara Belanda. Jadi tidak sembarang orang bisa masuk ke sana dan harus izin dulu ke Kedubes Belanda di Jakarta. Hmmm repot yah.

Ketika Komunitas Aleut mau mengadakan Ngaleut Makam Pandu ini, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan. Tidak lupa baju tangan panjang dan Autan saya siapkan untuk Ngaleut kali ini. Kenapa Autan? Wilayah pemakaman selalu dipenuhi oleh nyamuk demam berdarah yang ganas, jadi kalau mau berkunjung ke pemakaman, memang ditekankan untuk memakai lotion anti nyamuk. 

1.    Makam keluarga Tan Djin Gie



Yang pertama kami kunjungi dalam Ngaleut Makam Pandu adalah makam keluarga Tan Djin Gie. Untuk yang pernah membaca roman Rasia Bandoeng, mungkin familiar dengan nama ini. Tan Djin Gie merupakan seorang Tiong Hoa yang datang ke Bandung dan membuka usaha P&D di daerah Pasar Baru. Dengan kekayaannya, mereka membuat sebuah rumah dan hotel di Jalan Kebon Jati. Selain itu beliau juga mendirikan sebuah pabrik teh di Ciroyom. Meskipun seorang Tiong Hoa, namun beliau merupakan seorang penganut Kristen yang taat, karena itu jenazahnya dimakamkan di Makam Pandu.

2.    Makam Pilot Charles Phillipe dan Mekaniknya J. Cornelis P.

Charles Phillipe
Cornelis P.

   



















Setelah puas mendengarkan cerita mengenai Tan Djin Gie dan keluarganya, kami melanjutkan kunjungan ke makam seorang pilot dengan mekaniknya yang gugur akibat kecelakaan di sekitaran Bandung. Kecelakaan tersebut terjadi lantaran kondisi lingkungan Bandung yang ekstrem saat itu, dan juga kondisi pesawat yang kurang baik. 

Di pemakaman Pandu ini terdapat dua makam pilot dan mekaniknya yang gugur akibat kecelakaan pesawat Fokker F.C.V 442 di Padalarang. Makam pertama dengan nisan berhiaskan patung orang yang bertumpu di atasnya adalah makam sang pilot yang bernama lengkap Dr. Ir. Charles Philippe Marie Mathus Bogaerts; kapten infanteri yang juga seorang insinyur mesin militer. Di sebelahnya terdapat makam rekan dari sang pilot, Johannes Cornelis Pols, yang seorang penerbang Belanda berpangkat letnan satu infanteri. Sayang sekali, informasi lebih lanjut mengenai kedua pilot ini maupun kejadian kecelakaannya tidak terdapat di buku ataupun internet.

3.    Makam Raymond Kennedy

Makam Raymond Kennedy, rumput menutupi hampir seluruh permukaan makam

Berikutnya kami mengunjungi makam Raymond Kennedy, seorang professor antropologi dari Yale University. Kennedy menulis setidaknya tiga buku mengenai etnologi di Indonesia. Dia meninggal pada tahun 1950 karena ditembak mati oleh serdadu KNIL di Ambon. Bukan hanya Kennedy, rekannya yang bernama Robert Doyle pun ikut terkena tembakan serdadu KNIL. Baru beberapa hari kemudian jenazahnya ditemukan oleh tentara Indonesia dan dibawa ke Bandung untuk dikebumikan di Pemakaman Pandu. Mereka berdua dimakamkan bersebelahan, namun hanya makam Raymond Kennedy saja yang masih utuh. Tanah dan makam yang tak terurus membuat makan rekannya, Doyle, tidak bisa dilihat; mungkin juga sudah hilang tergerus masa.

4.    Makam Ben Strater

Makam Ben Strater
 
Berdasarkan diskusi mengenai Freemasonry di Kota Bandung yang pernah diadakan beberapa bulan lalu di kediaman Rizky Wiryawan, saya sadar kalau banyak freemason yang berkediaman di Bandung, dan tentunya banyak pula yang meninggal dan dimakamkan di kota ini juga. 

Di pemakaman Pandu ini kami mengunjungi salah satu makam freemason yang bernama Ben Strater. Di atas nisan tertulis namanya dan tahun kematiannya, 1936. Makam para freemason biasanya memiliki sebuah ukiran lambang freemason yang berbentuk jangka dan mistar. Uniknya, di makam Ben Strater ini terukir logo freemasonry dengan bentuk terbalik dan tulisan rest in verde (beristirahat dengan tenang). Entah apa maksud dari logo terbalik ini, masih sulit untuk mencari informasi berdasarkan literatur mengenai hal ini.

5.    Mausoleum Ursone

   

Ini merupakan salah satu makam yang sangat saya tunggu-tunggu, makam keluarga Ursone. Keluarga Ursone merupakan keluarga berkebangsaan Italia pertama yang ada di Bandung. Mereka adalah pemilik perusahaan susu sapi yang berlokasi di Lembang. Bukit tempat berdirinya bangunan Observatorium Bosscha pun merupakan milik keluarga Ursone. Peternakan sapi tersebut terletak tidak jauh dari observatorium dan kediaman mereka bukit Bosscha; dibangun pada tahun 1895 dan diberi nama Lembangsche Melkerij Ursone

Pemakaman ini dinamakan Mausoleum karena dalam satu bangunan terdapat beberapa makam dan bangunan seperti ini hanya dapat ditemukan di pemakaman Pandu dan Cikadut. Pada awalnya, Mausoleum ini terletak di kerkhof (pemakaman) Kebon Jahe sebelum dipindahkan ke Pemakaman Pandu. Bangunannya sangat amat indah, dengan gaya khas Eropa, dengan dua patung malaikat berdiri di masing-masing sisi bangunan, berpose layaknya sedang berdoa. Di bagian luar dinding bangunan terdapat ukiran nama-nama keluarga Ursone yang meninggal dan dimakamkan di dalam bangunan tersebut. Total ada 11 nisan dan 8 nama di Mausoleum Ursone ini.

6.    Makam Laci



Disebut makam laci karena bentuknya seperti laci-laci penyimpanan mayat yang biasa kita lihat di ruang penyimpanan mayat di rumah sakit. Seram, itulah hal yang pertama kali saya rasakan saat melihatnya. Terutama ketika melihat beberapa laci yang ternyata sudah kosong dan dibiarkan begitu saja. Untungnya tidak ada benda-benda menyeramkan yang tertinggal di dalam laci yang kosong itu.

banyak makam yang kosong :(
  

7.    Makam C.P. Wolff Schoemaker

Makam Schoemaker yang bersih dan terawat

 Satu lagi makam yang sangat ingin saya kunjungi di Pemakaman Pandu selain Mauseloum Ursone, yaitu makam C.P. Wolff Schoemaker. Nama C. P. Wolff Schoemaker sudah sangat dikenal terutama bagi para pengamat sejarah. Saya pun baru mengetahui nama Schoemaker saat pertama kali berkuliah di Universitas Pendidikan Indonesia. Villa Isola yang menjadi kebanggaan Bumi Siliwangi UPI merupakan salah satu karya Schoemaker yang sangat terkenal. Selain itu Schoemaker juga menjadi arsitek untuk bangunan-bangunan terkenal lainnya di Bandung seperti Gedung Landmark (Braga), Gedung Merdeka, Hotel Grand Preanger, dll. 

Dimakamkan tahun 1948, nisan dari guru presiden pertama RI ini sempat tidak terurus. Baru beberapa tahun ke belakang beberapa perwakilan dari ITB membayar pajak untuk makam Schoemaker dan mengurusnya sehingga makam ini menjadi sebersih dan sebagus yang terlihat saat ini.


Selanjutnya kami mengunjungi permakaman Ereveld Pandu. Namun karena posting ini sudah terlalu panjang, rasanya lebih mudah kalau pengalaman di dalam Ereveld Pandu ini saya posting di tulisan berikutnya :D  


"Berdiri tahun 1932"



***Disclaimer:
Semua foto yang ada di dalam tulisan ini merupakan dokumentasi pribadi. Bila ingin mengambil gambar dan menyertakannya dalam halaman lain di luar blog ini, sila berikan kredit. Terima kasih ^^