Facebook

Sabtu, 06 Februari 2016

Catatan Perjalanan: Kendan, Nagreg, dan Candi Bojong Menje (Part 1)



KENDAN, NAGREG, DAN BOJONG MENJE (PART 1)

Kendan berasal dari kata ‘kenan’, yaitu sejenis batuan cadas, berongga, dan di dalamnya mengandung kaca (batu beling) berwarna hitam, yang biasa kita sebut dengan nama batu Obsidian. Hanya di bukit Kendan ini kita dapat menemukan bebatuan yang sangat indah ini.”

Membaca kutipan mengenai Kendan di atas membuat aku teringat akan pengalamanku saat pertama kali melihat wujud asli batu obsidian di situs penggalian bukit Kendan (31/01/2016). Indah, bercahaya, berwarna hitam legam, membuat ‘pecinta’ batu ingin membawanya sebanyak mungkin ke rumah dan memolesnya bersih. Aku dan beberapa teman dari Komunitas Aleut sampai terpana melihat betapa cantiknya batu hitam legam ini; kami bawa batunya pulang, tidak banyak. Ya, tidak banyak.

Batunya berbentuk hati. Cantik tenan...

Di bukit itu pula aku melihat saksi sejarah kejayaan kerajaan lama di Tatar Sunda dengan Nagreg sebagai puseur dayeuh (ibu kota)-nya. Siapa sangka di Nagreg ada sebuah kerajaan? Di daerah kabupaten bandung ini, yang ternyata dulunya merupakan sebuah kerajaan besar dengan Resiguru Manikmaya (sudah Resi, Guru pula!) sebagai rajanya. Ya, mungkin hanya aku saja yang ketinggalan info, baru belajar mengapresiasi sejarah di umur-umur yang telat ini.

Kerajaan Kendan merupakan sebuah kerajaan yang memerdekakan dirinya dari Kerajaan Tarumanagara, kerajaan tertua di Nusantara, di abad ke-6 M. Kerajaan Kendan dipimpin oleh seorang raja, Resiguru Manikmaya, yang berasal dari keluarga Calankayana di India Selatan. Resiguru Manikmaya membawa dan menyebarkan ajaran Hindu di Jawa, dan atas pengabdiannya di Kerajaan Tarumanagara, Resiguru Manikmaya dinikahkan dengan Tirta Kancana (anak dari Raja Tarumanagara pada saat itu) dan diberikan kekuasaan di daerah yang menjadi wilayah Kerajaan Kendan. 

Anehnya, warga setempat lebih mengenal nama wilayah tersebut sebagai wilayah Kerajaan Kelang dibandingkan dengan Kendan. Kendan, menurut mereka, adalah ibu kota pusat pemerintahan dari Kerajaan Kelang. Tapi kalau kalian tiba di kantor desa setempat, kalian akan melihat papan yang bertuliskan “Desa Kendan”. Ah, sudahlah. Baik Kelang maupun Kendan, keduanya merujuk pada satu wilayah yang sama, yang kita telah ketahui sebagai Kerajaan Kendan. 

Untuk mencapai bukit Kendan ini tidak sulit, kok. Aku dan Komunitas Aleut melakukan perjalanan menggunakan sepeda motor di hari Minggu pagi dan hanya menghabiskan waktu sekitar 2 jam untuk sampai di tempat tujuan. Durasi waktu itu pun belum dikurangi dengan waktu yang kami habiskan untuk bermacet-macet ria di pasar tumpah Jl. Rancaekek-Garut. Mungkin kalau kalian melakukan perjalanan lebih pagi di hari-hari kerja, durasi perjalanan bisa lebih cepat. 

Kalau berangkat dari Bandung, cukuplah kalian menuju Nagreg melalui Jalan Raya Rancaekek-Garut. Lurus terus ke arah Stasiun Nagreg sampai kalian melintasi rel kereta api pertama. Tepat setelah perlintasan rel, kalian akan menemukan sebuah jalan di sebelah kiri. Masuklah ke dalam dan telusuri jalan itu. Jalan masuk menuju wilayah Desa Kendan ini sudah mulus, sudah dibeton. Beda halnya dengan tahun 2011, saat Bang Ridwan dan teman-teman dari Geotrek Indonesia mengunjungi situs tersebut. Jalanan masih berbatu dan berpasir, membuat sakit badan saat mengendarai motor melewati jalan tersebut. Sekarang sih, sudah enak. Jalanan mulus leng lus, hanya di beberapa titik jalanan tidak dibeton, mungkin sekitar 2-3 meter saja.

Jalur naik ke lokasi pertama

Nah, sekitar 1-2 km dari pintu masuk jalan Desa Kendan, kalian akan melihat sebuah jalan menanjak yang sangat berbatu di bahu kanan jalan. Jalan masuk itu merupakan jalan menuju lokasi penambangan batuan obsidian, yang disebut warga sebagai Kaki Bukit Sanghyang Anjung. Mulai dari situlah kita dapat melihat keindahan dari peninggalan Kerajaan Kendan. Kalian dapat membawa motor sampai ke atas bukit ini. Di lokasi penggalian ada lahan yang lumayan luas untuk menyimpan beberapa motor. Hati-hati, jalanan curam dan berbatu bisa membuat keseimbangan motor terganggu.



Pemandangan dari kaki Bukit Sanghyang Anjung, Kendan. Kalau masuk dari arah bawah, kita bisa menelusuri tebing-tebing yang ada di foto ini.

Kami menelusuri dua titik di wilayah Kendan ini; titik penggalian batu obsidian di lereng Bukit Kendan dan petilasan Resiguru Manikmaya di puncak Bukit Kendan. Di lereng Bukit Kendan kami lebih banyak melihat pemandangan seperti foto di atas dan bebatuan obsidian. Berbagai macam bentuk batuan obsidian, dari yang sangat kecil sampai sangat besar, dapat ditemukan di sini. Bila memiliki keberanian cukup, kalian bisa naik ke atas tebing seperti yang lelaki hitam manis satu ini lakukan di tengah gundah gelisahnya dia menunggu jodoh.

Spot yang paling pas kalau kalian mau ngegalau. Jangan sampai loncat.

Setelah puas berfoto ria, mengobrol dengan penambang setempat, dan menilik-nilik batu obsidian, kami melanjutkan lagi perjalanan menuju sisi lain kaki bukit Sanghyang untuk mengunjungi lokasi petilasan Resiguru Manikmaya. Dari lokasi pertama menuju lokasi kedua tidak terlalu jauh kok, tidak sampai 10 menit kalian akan melihat sebuah jalan bercabang dengan sebuah papan bertuliskan “STOP! MOTOR DILARANG NAIK KECUALI PETUGAS.” Nah, kalian bisa berhenti dan memarkirkan motor kalian di sekitar papan peringatan itu.

Aleutians memarkirkan motornya di titik lokasi kedua menuju petilasan Resiguru Manikmaya.

Sebenarnya ada dua rute menuju puncak bukit Kendan. Kalau kalian melihat foto di atas, ada jalan lurus ke atas dan jalan setapak melewati hutan di sebelah kanan. Jalan lurus ke atas biasa digunakan oleh petani dan motornya untuk membawa hasil berkebun. Jalannya mulus, namun memutar. Jalan di sebelah kanan foto merupakan jalan setapak yang hanya bisa digunakan oleh pejalan kaki. Jalanannya menanjak dan licin. Tentu saja kami memilih jalan yang sebelah kanan. Kami suka tantangan. Dan seperti yang disangka, jalanan licin dan cukup mudah membuat kalian semua terpeleset kalau tidak hati-hati dalam menapakkan kaki. Bagi kalian yang tidak mengetahui jalur, dapat dipastikan juga tersesat. Jadi berdasarkan pengalamanku, kalian yang mau kesini ambillah jalan lurus memutar yang mulus dan jelas jalurnya :D

Jalur menuju puncak bukit Kendan

Setelah berjalan cukup jauh, kalian akan menemukan sebuah papan penunjuk yang menginformasikan bahwa lokasi tersebut adalah lokasi situs Kerajaan Kendan. Nah, kalian akan melihat sebuah jalan setapak, sarupaning tangga, mengarah teruuuussss ke atas, ke puncak bukit. Di puncak bukit itulah kalian akan menemukan petilasan Resiguru Manikmaya, berbentuk sebuah makam lengkap dengan batu-batu nisannya.

Penanda situs

Perjalanan ke atas bukit ini terasa luar biasa melelahkan bagi saya yang tidak pernah berolahraga dan para orang tua berumur yang ikut serta Ngaleut hari itu. Keringat yang mengucur dan otot kaki yang mengeras menjadi teman perjalanan mendaki menuju puncak bukit. Tapi tenang saja, semua rasa lelah akan hilang begitu kalian semua tiba di puncak. Hamparan desa di wilayah Nagreg dan pegunungan di Kabupaten Bandung memanjakan mata dan membuat pikiran serta tubuh fresh kembali! (Berasa iklan mijon).

Pemandangan di puncak Bukit Kendan

Petilasan Resiguru Manikmaya

Setelah puas mendokumentasikan petilasan Resiguru Manikmaya dan pemandangan sekitar, Mang Alexxx menjelaskan sekilas mengenai sejarah dan perkembangan Kerajaan Kendan. Selain itu, Pak Nanang Saptono dari Balai Arkeologi ikut menambahkan juga mengenai perkembangan kerajaan ini dan wilayah Kendan saat ini. Setelah dirasa cukup, kami pun berfoto bersama di ketinggian 1048 mdpl dan turun kembali ke tempat parkir, melanjutkan perjalanan ke lokasi berikutnya, Stasiun Nagreg dan Situs Candi Bojong Menje. (bersambung ke Part 2)

Salam dari 1048 mdpl, Petilasan Resiguru Manikmaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar