KENDAN, NAGREG, DAN BOJONG MENJE (PART 2)
Di bagian
pertama catatan perjalanan ini, aku menceritakan sekilas mengenai kegiatan di
Gunung Kendan dan Situs Kerajaan Kendan (cek part 1 disini). Setelah puas menikmati
keindahan alam situs Kerajaan Kendan, kami melanjutkan perjalanan untuk mencari
makan siang. Kami berencana untuk langsung mencari makan di sekitaran Nagreg,
tapi seperti biasa, kami mengambil jalan berkeliling dan memutuskan untuk
mampir di Stasiun Nagreg sebentar.
Stasiun Nagreg
merupakan salah satu stasiun tertinggi di Indonesia (+848 mdpl) yang masih
aktif beroperasi. Stasiun ini tercatat mulai beroperasi sejak tahun 1890 dengan
dua jalur kereta yang aktif. Terletak sekitar 50 meter dari Jalan Raya
Bandung-Tasikmalaya, Stasiun Nagreg hanya berjarak beberapa ratus meter dari
situs Kerajaan Kendan. Jarak antara daerah Kendan-Stasiun Nagreg dapat ditempuh
dengan waktu 10 menit saja. Betul-betul dekat, kan?
di depan stasiun nagreg |
Saat kami
datang, stasiun kebetulan sedang tidak beroperasi. Suasana sepi dan gerbang
masuk ke dalam peron pun ditutup. Betapa beruntungnya kami karena saat kami
melongok ke dalam stasiun, masih ada beberapa penjaga stasiun yang dengan baik
hati mempersilahkan kami masuk ke dalam stasiun dan berfoto-foto ria. Petugas stasiun
pun dengan ramahnya bercerita sedikit tentang keadaan stasiun Nagreg saat ini. Sembari
yang lain mengobrol dengan petugas stasiun, saya menyempatkan diri untuk duduk
di wilayah tunggu penumpang. Langit-langit dan tembok yang berusia sudah sangat
tua terlihat jelas. Beberapa kursi reyot dimakan waktu. Papan informasi jalur
keberangkatan sudah pudar dan tak terlihat jelas tulisannya. Yang jelas,
Stasiun Nagreg ini dilewati oleh kereta tujuan Cibatu-Purwakarta, Purworkerto,
dan Solobalapan. Di samping bangunan stasiun yang tua dan beberapa kursi yang
reyot, mesin pengatur lajur kereta sangatlah indah. Yang aku maksud dengan
indah adalah mesin terlihat terawat dengan baik dan bersih. Semuanya berfungsi
dengan baik.
mesinnya masih bagus dan bersih terawat |
Perut terasa
menggaruk dari dalam setelah menghabiskan waktu kira-kira 30 menit di Stasiun
Nagreg. Rasa lapar ini mengharuskan kami untuk pergi ke tempat makan siang dan
melanjutkan perjalanan ke titik selanjutnya, Situs Candi Bojong Menje, yang
terletak di Kampung Bojong Menje, Kelurahan Cangkuang, Kecamatan Rancaekek. Jalan
masuk menuju situs ini masih berupa gang perumahan warga sekitar, letaknya di
sebrang PT. Kewalram Indonesia. Yang menjadi penanda masuk adalah sebuah papan
kecil bertuliskan Situs Candi Bojong Menje dengan sebuah miniature pesawat
baling di atasnya. Entah apa maksudnya. Mungkin memang tidak ada maksud khusus.
Dari gang masuk
menuju titik lokasi situs sangatlah dekat. Motor kami parkirkan di depan rumah
warga di dalam gang tersebut setelah meminta izin. Berbekal zero knowledge, aku membawa bayangan
akan situs-situs candi besar seperti yang tersebar di Garut. Ketika sampai di
sana, yang aku lihat adalah setumpukan bebatuan bekas peninggalan candi yang
ditutupi oleh atap semi permanen. Di sekitar lokasi penyimpanan batu dibuat
semacam parit supaya tidak banyak orang masuk ke dalam wilayah peletakkan
bebatuan. Miris, I must say.
Seharusnya situs peninggalan cagar budaya semacam ini dapat diperlakukan dengan
lebih baik. Namun kurangnya perhatian dari pemerintah membuat proses pemugaran
berjalan dengan sangat lambat, itu pun atas inisiatif dari keluarga yang
menempati tanah lokasi situs dan warga sekitar.
tempat sementara bebatuan candi |
Situs Candi
Bojong Menje ini sendiri pertama kali ditemukan oleh pihak keluarga pemilik
tanah di tahun 2002. Candi ini merupakan sisa peninggalan kerajaan Sunda dan
diperkirakan berasal dari abad ke-8. Beberapa bebatuan yang ditemukan dari
lokasi situs ini memiliki ukiran-ukiran yang sayangnya sudah mulai pudar,
sehingga sulit untuk ‘dibaca’. Selain itu, lokasi tempat ditemukannya candi ini
sedikit memprihatinkan. Dikelilingi oleh pabrik industri tekstil, sterilisasi
wilayah situs candi tidak bisa dilakukan. Padahal seharusnya sebuah situs candi
memiliki wilayah steril paling sedikit dengan radius 50 meter disekelilingnya. Tidak
menutup kemungkinan bahwa terdapat beberapa candi lagi yang tersebar di wilayah
Kelurahan Cangkuang. Harga tanah yang dipatok sangat tinggi oleh pihak pabrik
membuat warga dan pemerintah tidak dapat membebaskan lahan dalam jumlah yang
besar. Untungnya keluarga pemilik tanah dan warga sekitar mau bekerja sama
dalam proses pemugaran dan perlindungan cagar budaya ini.
beberapa bebatuan disimpan dalam rumah |
Situs Candi
Bojongmenje ini sekiranya dapat menjadi suatu atraksi wisata baru untuk para peminat
khusus bila dapat dikembangkan dengan lebih baik lagi. Minat terhadap
situs-situs semacam ini sudah mulai meningkat di kalangan muda-mudi, walaupun
dengan tujuan yang sedikit melenceng dari apresiasi budaya dan sejarah. Namun
tidak dipungkiri bahwa pemugaran dan perawatan situs-situs semacam ini dapat
meningkatkan juga citra wilayah dan pemasukan warga sekitarnya. Asalkan ya itu,
dengan perawatan yang tepat dan benar, dan juga sistem yang baik dari
pengelola. Semoga wilayah situs ini dapat menjadi lebih baik lagi, dapat lebih
diperhatikan oleh pemerintah atau lembaga manapun yang mau meningkatkan kinerja
pemugaran situs ini.
di halaman situs candi bojongmenje, indahnya warna warni bunga |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar