KENDAN, NAGREG, DAN BOJONG MENJE (PART 1)
“Kendan
berasal dari kata ‘kenan’, yaitu sejenis batuan cadas, berongga, dan di
dalamnya mengandung kaca (batu beling) berwarna hitam, yang biasa kita sebut
dengan nama batu Obsidian. Hanya di bukit Kendan ini kita dapat menemukan
bebatuan yang sangat indah ini.”
Membaca
kutipan mengenai Kendan di atas membuat aku teringat akan pengalamanku saat
pertama kali melihat wujud asli batu obsidian di situs penggalian bukit Kendan
(31/01/2016). Indah, bercahaya, berwarna hitam legam, membuat ‘pecinta’ batu
ingin membawanya sebanyak mungkin ke rumah dan memolesnya bersih. Aku dan
beberapa teman dari Komunitas Aleut sampai terpana melihat betapa cantiknya
batu hitam legam ini; kami bawa batunya pulang, tidak banyak. Ya, tidak banyak.
![]() |
Batunya berbentuk hati. Cantik tenan... |
Di bukit itu
pula aku melihat saksi sejarah kejayaan kerajaan lama di Tatar Sunda dengan
Nagreg sebagai puseur dayeuh (ibu
kota)-nya. Siapa sangka di Nagreg ada sebuah kerajaan? Di daerah kabupaten bandung
ini, yang ternyata dulunya merupakan sebuah kerajaan besar dengan Resiguru
Manikmaya (sudah Resi, Guru pula!) sebagai rajanya. Ya, mungkin hanya aku saja
yang ketinggalan info, baru belajar mengapresiasi sejarah di umur-umur yang
telat ini.
Kerajaan Kendan
merupakan sebuah kerajaan yang memerdekakan dirinya dari Kerajaan Tarumanagara,
kerajaan tertua di Nusantara, di abad ke-6 M. Kerajaan Kendan dipimpin oleh
seorang raja, Resiguru Manikmaya, yang berasal dari keluarga Calankayana di
India Selatan. Resiguru Manikmaya membawa dan menyebarkan ajaran Hindu di Jawa,
dan atas pengabdiannya di Kerajaan Tarumanagara, Resiguru Manikmaya dinikahkan
dengan Tirta Kancana (anak dari Raja Tarumanagara pada saat itu) dan diberikan
kekuasaan di daerah yang menjadi wilayah Kerajaan Kendan.
Anehnya,
warga setempat lebih mengenal nama wilayah tersebut sebagai wilayah Kerajaan
Kelang dibandingkan dengan Kendan. Kendan, menurut mereka, adalah ibu kota
pusat pemerintahan dari Kerajaan Kelang. Tapi kalau kalian tiba di kantor desa
setempat, kalian akan melihat papan yang bertuliskan “Desa Kendan”. Ah,
sudahlah. Baik Kelang maupun Kendan, keduanya merujuk pada satu wilayah yang
sama, yang kita telah ketahui sebagai Kerajaan Kendan.
Untuk mencapai
bukit Kendan ini tidak sulit, kok. Aku dan Komunitas Aleut melakukan perjalanan
menggunakan sepeda motor di hari Minggu pagi dan hanya menghabiskan waktu
sekitar 2 jam untuk sampai di tempat tujuan. Durasi waktu itu pun belum dikurangi
dengan waktu yang kami habiskan untuk bermacet-macet ria di pasar tumpah Jl.
Rancaekek-Garut. Mungkin kalau kalian melakukan perjalanan lebih pagi di
hari-hari kerja, durasi perjalanan bisa lebih cepat.
Kalau
berangkat dari Bandung, cukuplah kalian menuju Nagreg melalui Jalan Raya
Rancaekek-Garut. Lurus terus ke arah Stasiun Nagreg sampai kalian melintasi rel
kereta api pertama. Tepat setelah perlintasan rel, kalian akan menemukan sebuah
jalan di sebelah kiri. Masuklah ke dalam dan telusuri jalan itu. Jalan masuk
menuju wilayah Desa Kendan ini sudah mulus, sudah dibeton. Beda halnya dengan
tahun 2011, saat Bang Ridwan dan teman-teman dari Geotrek Indonesia mengunjungi
situs tersebut. Jalanan masih berbatu dan berpasir, membuat sakit badan saat
mengendarai motor melewati jalan tersebut. Sekarang sih, sudah enak. Jalanan
mulus leng lus, hanya di beberapa titik jalanan tidak dibeton, mungkin sekitar
2-3 meter saja.
![]() |
Jalur naik ke lokasi pertama |
Nah, sekitar
1-2 km dari pintu masuk jalan Desa Kendan, kalian akan melihat sebuah jalan
menanjak yang sangat berbatu di bahu kanan jalan. Jalan masuk itu merupakan
jalan menuju lokasi penambangan batuan obsidian, yang disebut warga sebagai
Kaki Bukit Sanghyang Anjung. Mulai dari situlah kita dapat melihat keindahan
dari peninggalan Kerajaan Kendan. Kalian dapat membawa motor sampai ke atas
bukit ini. Di lokasi penggalian ada lahan yang lumayan luas untuk menyimpan
beberapa motor. Hati-hati, jalanan curam dan berbatu bisa membuat keseimbangan
motor terganggu.
![]() |
Pemandangan dari kaki Bukit Sanghyang Anjung, Kendan. Kalau masuk dari arah bawah, kita bisa menelusuri tebing-tebing yang ada di foto ini. |
Kami
menelusuri dua titik di wilayah Kendan ini; titik penggalian batu obsidian di
lereng Bukit Kendan dan petilasan Resiguru Manikmaya di puncak Bukit Kendan. Di
lereng Bukit Kendan kami lebih banyak melihat pemandangan seperti foto di atas
dan bebatuan obsidian. Berbagai macam bentuk batuan obsidian, dari yang sangat
kecil sampai sangat besar, dapat ditemukan di sini. Bila memiliki keberanian
cukup, kalian bisa naik ke atas tebing seperti yang lelaki hitam manis satu ini
lakukan di tengah gundah gelisahnya dia menunggu jodoh.
![]() |
Spot yang paling pas kalau kalian mau ngegalau. Jangan sampai loncat. |
Setelah puas
berfoto ria, mengobrol dengan penambang setempat, dan menilik-nilik batu
obsidian, kami melanjutkan lagi perjalanan menuju sisi lain kaki bukit Sanghyang
untuk mengunjungi lokasi petilasan Resiguru Manikmaya. Dari lokasi pertama
menuju lokasi kedua tidak terlalu jauh kok, tidak sampai 10 menit kalian akan
melihat sebuah jalan bercabang dengan sebuah papan bertuliskan “STOP! MOTOR
DILARANG NAIK KECUALI PETUGAS.” Nah,
kalian bisa berhenti dan memarkirkan motor kalian di sekitar papan peringatan
itu.
![]() |
Aleutians
memarkirkan motornya di titik lokasi kedua menuju petilasan Resiguru Manikmaya.
|
Sebenarnya ada
dua rute menuju puncak bukit Kendan. Kalau kalian melihat foto di atas, ada
jalan lurus ke atas dan jalan setapak melewati hutan di sebelah kanan. Jalan
lurus ke atas biasa digunakan oleh petani dan motornya untuk membawa hasil
berkebun. Jalannya mulus, namun memutar. Jalan di sebelah kanan foto merupakan
jalan setapak yang hanya bisa digunakan oleh pejalan kaki. Jalanannya menanjak
dan licin. Tentu saja kami memilih jalan yang sebelah kanan. Kami suka
tantangan. Dan seperti yang disangka, jalanan licin dan cukup mudah membuat
kalian semua terpeleset kalau tidak hati-hati dalam menapakkan kaki. Bagi kalian
yang tidak mengetahui jalur, dapat dipastikan juga tersesat. Jadi berdasarkan
pengalamanku, kalian yang mau kesini ambillah jalan lurus memutar yang mulus
dan jelas jalurnya :D
![]() |
Jalur menuju puncak bukit Kendan |
Setelah
berjalan cukup jauh, kalian akan menemukan sebuah papan penunjuk yang
menginformasikan bahwa lokasi tersebut adalah lokasi situs Kerajaan Kendan. Nah,
kalian akan melihat sebuah jalan setapak, sarupaning
tangga, mengarah teruuuussss ke atas, ke puncak bukit. Di puncak bukit itulah
kalian akan menemukan petilasan Resiguru Manikmaya, berbentuk sebuah makam
lengkap dengan batu-batu nisannya.
![]() |
Penanda situs |
Perjalanan
ke atas bukit ini terasa luar biasa melelahkan bagi saya yang tidak pernah
berolahraga dan para orang tua berumur yang ikut serta Ngaleut hari itu.
Keringat yang mengucur dan otot kaki yang mengeras menjadi teman perjalanan
mendaki menuju puncak bukit. Tapi tenang saja, semua rasa lelah akan hilang
begitu kalian semua tiba di puncak. Hamparan desa di wilayah Nagreg dan
pegunungan di Kabupaten Bandung memanjakan mata dan membuat pikiran serta tubuh
fresh kembali! (Berasa iklan mijon).
![]() |
Pemandangan di puncak Bukit Kendan |
![]() |
Petilasan Resiguru Manikmaya |
Setelah puas
mendokumentasikan petilasan Resiguru Manikmaya dan pemandangan sekitar, Mang
Alexxx menjelaskan sekilas mengenai sejarah dan perkembangan Kerajaan Kendan.
Selain itu, Pak Nanang Saptono dari Balai Arkeologi ikut menambahkan juga mengenai
perkembangan kerajaan ini dan wilayah Kendan saat ini. Setelah dirasa cukup,
kami pun berfoto bersama di ketinggian 1048 mdpl dan turun kembali ke tempat
parkir, melanjutkan perjalanan ke lokasi berikutnya, Stasiun Nagreg dan Situs Candi
Bojong Menje. (bersambung ke Part 2)
![]() |
Salam dari 1048 mdpl, Petilasan Resiguru Manikmaya |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar