Menuju 1800 mdpl, Perkebunan Negla
“…jatuhlah beberapa helai daun dari sebuah
pohon yang letaknya tidak jauh dari tempat menjerang air. Air dalam periuk tersebut
berubah warna menjadi merah jingga dan menyebarkan bau harum menyegarkan.” – Kisah
Para Preanger Planters, Her Suganda.
Kecintaan saya pada minuman teh dan
perkebunan teh membuat setiap perjalanan bersama Komunitas Aleut yang
berhubungan dengan perkebunan membuat saya sangat bersemangat. Tidak terkecuali
perjalanan menuju perkebunan Negla yang saya ikuti pada hari Jumat (12/02/2016)
yang lalu. Perkebunan Negla merupakan salah satu dari rangkaian perkebunan teh
Priangan yang terletak di perbatasan antara Kab. Bandung dengan Garut Selatan. Perjalanan
bisa ditempuh selama 3-4 jam dengan motor, kalau lancar. Ya, kita tidak pernah
memprediksi keadaan lalu lintas dan jalanan yang akan kita hadapi. Jadi anggap
saja 3-4 jam itu adalah waktu tercepat mencapai perkebunan Negla.
Ketika saya dan teman-teman
berangkat menuju Negla, keadaan jalanan cukup padat. Kami sengaja mengambil
jalan melalui jalur Pacet untuk menghindari kemacetan yang berlebihan. Untuk
menuju Pacet, kami mengambil jalan ke arah Ciparay melalui Jl. Terusan Buah
Batu. Melewati daerah Dayeuh Kolot, kami mengambil jalan lurus terus sampai
tiba di Terminal Ciparay. Di sana kami berbelok ke kanan, memasuki Jalan Raya
Pacet, lalu terus menanjak ke Lembur Awi.
Daerah Lembur Awi—Maruyung—Pacet—Cibeureum ini
terkenal akan budidaya perkebunan sayur mayurnya. Sepanjang jalan kami tak
henti-hentinya disuguhkan oleh pemandangan indah perkebunan dengan latar
belakang pegunungan yang mengelilingi Bandung. Ketika terus berjalan ke arah
atas, kami dipertemukan dengan wilayah perkebunan Talunsantosa dan Situ
Cisanti. Namun kami tidak lantas berhenti disana. Perjalanan masih sangat jauh,
bahkan jauh dari setengah perjalanan.
Saat melewati perkebunan Talunsantosa, kami melewati pula Pabrik Teh London Sumatra Kertasari. Karena perkebunan Talunsantosa ini sangat luas, wilayahnya dibagi dua untuk Pabrik Santosa dan Pabrik Kertasari. Kami melewati Pabrik Teh Santosa setelah melintasi jalan selama beberapa kilometer ke depan. Nah, beberapa meter saja dari pabrik Santosa, kami berhenti di sebuah pertigaan dengan tugu di tengahnya. Tugu ini memberikan petunjuk arah yang sebenarnya diperuntukan mereka yang berkendara dari arah Pangalengan. Kami yang datang dari arah Pacet, seharusnya mengambil belokan ke kiri menuju Sedep. Namun kami memutuskan untuk berkunjung sebentar ke sebuah bendungan, yang tidak jauh dari pertigaan tersebut ke arah Pangalengan, yang bernama Bendung Tjilaki. Untuk cerita lengkap pengalaman saya di Bendungan Tjilaki, bisa cek catatan post setelah post ini.
Saat melewati perkebunan Talunsantosa, kami melewati pula Pabrik Teh London Sumatra Kertasari. Karena perkebunan Talunsantosa ini sangat luas, wilayahnya dibagi dua untuk Pabrik Santosa dan Pabrik Kertasari. Kami melewati Pabrik Teh Santosa setelah melintasi jalan selama beberapa kilometer ke depan. Nah, beberapa meter saja dari pabrik Santosa, kami berhenti di sebuah pertigaan dengan tugu di tengahnya. Tugu ini memberikan petunjuk arah yang sebenarnya diperuntukan mereka yang berkendara dari arah Pangalengan. Kami yang datang dari arah Pacet, seharusnya mengambil belokan ke kiri menuju Sedep. Namun kami memutuskan untuk berkunjung sebentar ke sebuah bendungan, yang tidak jauh dari pertigaan tersebut ke arah Pangalengan, yang bernama Bendung Tjilaki. Untuk cerita lengkap pengalaman saya di Bendungan Tjilaki, bisa cek catatan post setelah post ini.
Kami
kembali ke arah pertigaan dan mengikuti arah petunjuk tugu menuju Pabrik Talun
dan Sedep. Tidak jauh dari pertigaan, kami sudah bisa melihat pabrik Talun
beserta dengan rangkaian wisma dan rumah-rumah admin yang masih identik dengan
arsitektur jaman Hindia-Belanda. Tapi, berbeda dengan jalan dari Pacet sampai
dengan Pertigaan Sedep-Pacet-Pangalengan tadi, kontur jalan dari mulai
perkebunan Sedep menuju Negla bisa terbilang masih sangat berat. Ya, berat. Jalanan
yang tidak rata, penuh dengan bebatuan tajam, dan lubang-lubang tak terduga
kami temui sepanjang perjalanan terutama setelah melewati pabrik Sedep. Kaki
tangan pegal dan pantat sakit menjadi hal yang pasti dirasakan selama perjalanan
ini. Namun semua rasa sakit dan pegal yang kami rasakan terobati begitu sampai
di perkebunan Negla, tepat 1800 meter di atas permukaan laut, menyebar di
wilayah kaki Gunung Kendang dan Gunung Puntang.
Karena cuaca tidak mendukung dan hujan turun
semakin deras, dengan sangat terpaksa kami meninggalkan perkebunan Negla
setelah memotret landscape perkebunan
dan rumah admin beberapa kali. Hanya ada satu jalan pulang menuju Bandung,
yaitu melewati jalanan berbatu tajam yang kami lewati saat menuju Negla
sebelumnya. Betapa terkejutnya kami ketika hujan semakin deras dan jalanan
tergenang layaknya sungai dangkal dengan aliran air yang deras. Menyeramkan. Mengingatnya
saja membuat badan saya sakit semua. Selain itu, tak mengindahkan hujan deras
dan jalanan berbatu, kami menambah masalah dengan mengambil jalan pulang
memutar melewati Cibatarua. Derasnya hantaman tetesan hujan ke wajah dan
kerasnya jalanan tak membuat kami gentar; teman-teman saya tak gentar, saya sih
sudah menyerah dan pasrah mau dibawa kemana pun. Dari Negla ke Cibatarua, lalu
melewati Kampung Datar dan Kampung Cisarua, sampai pada akhirnya kami keluar
lagi di Perkebunan Sedep dan dapat melanjutkan perjalanan pulang menuju Bandung
melewati jalanan mulus beraspal di jalur Pacet.
Kami akhirnya tiba kembali di Kedai Preanger
sekitar pukul 19.00 dengan seluruh tubuh pegal-pegal dan kedinginan parah yang
disebabkan guyuran hujan selama perjalanan pulang lebih dari 4 jam lamanya. Apakah
saya kapok? Tentu saja tidak! Wangi klorofil yang keluar saat daun teh diolah,
semerbak harumnya menyebar di sepanjang perjalanan melewati daerah pabrik teh; suatu
pengalaman yang tidak pernah dapat terlupakan apabila berkunjung ke area
perkebunan teh khususnya di kawasan Bandung Selatan. Itu pula yang saya rasakan
selama perjalanan menuju perkebunan teh Negla. Sejuk dan jernihnya udara, suhu
yang dingin, kabut yang cantik dan tebal, wangi klorofil yang menyebar di udara
sekitar pabrik teh, selalu dapat membuatku terangsang untuk kembali lagi
kesana. Yang pasti, sepertinya saya harus menyiapkan stok jaket hujan dan jaket
penahan angin supaya tak kedinginan dan bantal kecil supaya pantat saya tidak
lagi tepos sepanjang perjalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar