Sampai sekarang masih terbayang di dalam
benak, betapa menyenangkannya tidur di atas rerumputan sambil memandang langit
bertaburan bintang. Untuk orang sepertiku yang notabene orang kota asli, hal
tersebut merupakan sesuatu yang langka. Sampai umur seginipun, kegiatan
tersebut masih menjadi impian kecilku. Terlihat sederhana, namun sulit sekali
dilakukan.
Setelah gagal menikmati langit malam bertabur
bintang di kemping pertamaku, tentunya kesempatan kedua tidak akan aku
sia-siakan. Ya, di tanggal 6 Agustus kemarin, bertepatan dengan Hari Keantariksaan
Nasional, aku dan beberapa teman pegiat Aleut yang lain merencanakan untuk
pergi melihat fenomena summer triangle dan
milky way. Tadinya sih mau ke Gunung
Batu, tapi setelah berdiskusi dengan teman-teman yang lain terkait polusi
cahaya, kami memutuskan pergi ke Gunung Putri, Lembang. Selain menjadi
pengalaman pertama mengamati bintang, ini juga akan jadi kali pertama aku
mengunjungi Gunung Putri yang akhir-akhir ini lagi hitz di Instagram itu.
Ternyata, letak Gunung Putri ini tidak begitu
jauh dari Hotel Grand Paradise Lembang. Tidak sampai 10 menit, kami sudah
sampai di parkiran motor. Jalan menuju area parkir pun tergolong mulus. Tidak ada
kesulitan sama sekali.
Setelah membayar tiket masuk seharga Rp
7.500/orang, kami ternyata harus menaiki sebuah anak tangga untuk mencapai pos
pertama Gunung Putri. Dengan penuh amarah dan emosi karena sempat berdebat
dengan salah seorang kawan di bawah, aku dan satu orang temanku sampai duluan
ke atas. Jalanan yang cukup menanjak dan tinggi membuat teman-teman lain
tertinggal di belakang. Aku pun ngas nges ngos sambil istirahat sebentar dan
meminta air minum pada teman yang lain.
Pemandangan malam kota Bandung dari pos
pertama Gunung Putri ini SUNGGUH SANGAT AMAT INDAH YA TUHAN. Asli. Indah
banget! Buat saya yang sering pergi ke Punclut, duh, Punclut gak ada apa-apanya
deh.
keindahan Kota Bandung dari pos pertama Gunung Putri |
Eh, tunggu. Punclut kayaknya lebih enak
karena faktor banyaknya tempat makan.
TAPI ASLI INI INDAH BANGET. Lautan kerlap
kerlip lampu dari rumah-rumah dan gedung di Kota Bandung mengalihkan jiwaku
beberapa saat, sebelum akhirnya mendongak ke atas dan melihat taburan bintang. Ya,
memang tidak begitu banyak, tapi tetap saja untuk ukuranku yang anak kota,
bintang disitu sudah tergolong banyak sekali.
Aku dan teman-teman langsung duduk di pos
pertama tersebut, mengambil foto taburan bintang di kaki langit dan membuat
video untuk kenang-kenangan, yang sayangnya gagal. Tapi aku kesini bukan dengan
tujuan utama untuk melihat pemandangan kota Bandung. Aku mau melihat bintang
yang ada di langit. Aku ingin tiduran di rerumputan sambil menghitung bintang
seperti yang dilakukan aktor dan aktris di film; ya, walaupun tanpa pasangan. Karena
itu, melihat teman-teman yang susah diajak pergi mendaki, aku pergi mendaki
sendiri ke tempat yang lebih tinggi.
Jalanannya sebenarnya tidak terlalu landai
pun sulit. Hanya saja, aku saat itu sedang memakai flat shoes. Iya, aku mendaki gunung dengan flat shoes. Soalnya, rencana awal kan mau pergi ke Gunung Batu,
tapi secara mendadak diubah ke Gunung Putri yang aku tidak tahu bagaimana
medannya. Huvth. Jadi, dengan penuh perjuangan supaya tidak terpeleset, aku mendaki
sambil berpegangan pada rerumputan yang cukup kuat untuk dijadikan penahan. Tidak
sampai 5 menit, akhirnya aku sampai di satu tempat yang cocok dipakai tempat
singgah untuk sekedar berbaring di atas rerumputan dengan tenang.
Tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya ada aku,
dan seorang pengunjung yang sedang berkemah duduk santai di depan tendanya. Ku sapa
sebentar untuk meminta ijin duduk tidak jauh dari tempatnya supaya dia tidak
kaget kalau tiba-tiba ada suara terisak.
Ternyata memandang bintang beralaskan
rerumputan seperti ini sangat amat membahagiakan. Tenang, tanpa gangguan
apapun. Kecuali angin malam pegunungan yang lumayan dingin. Maklum, sekali
lagi, karena aku kira kami akan pergi ke Gunung Batu, jadi aku tidak memakai
jaket tebal. Memang sok kuat aja sih.
Lima belas menit berlalu, beberapa teman
menyusul ke tempatku berbaring dan mengajakku pergi ke puncak untuk melihat
pemandangan yang lebih bagus lagi. Perjalanan yang cukup terjal dan licin dilalui
selama kurang lebih 15 menit sampai pada akhirnya kami mencapai Tugu Polri yang
menjadi penanda puncak Gunung Putri. Sungguh, indah sekali. Bintang-bintang pun
terasa lebih dekat. Tapi tetap saja, katanya lebih banyak bintang yang dapat
dilihat ketika teman-teman pergi ke Sedep. Padahal, aku kan gak sempet ikut ke
Sedep kemarin. Gak usah deh dibahas-bahas terus!
Karena hanya bawa kamera handphone, aku tidak
bisa memotret keindahan bintang. Aku menghabiskan sebagian besar waktuku duduk
di sisi tugu dan melihat hamparan bintang di atas, sementara teman-teman yang
lain heboh parah mengomentari hasil foto satu sama lain. Huvth. Aku langsung
merasa menyesal karena tidak mempunyai kamera untuk memotret keindahan langit
malam tersebut.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10
malam. Angin terasa semakin menusuk karena jaket tipis yang kugunakan tak mampu
melindungiku. Jempol terasa kaku dan hidung terasa aneh, seperti ada yang
mengalir keluar sedikit demi sedikit. Ketika mendongak ke atas, betapa
mengecewakannya, langit malamnya tertutup awan tebal! Tidak ada bintang yang
terlihat sama sekali! Parah! Parah! :(
Teman-teman yang lainpun sudah mulai khawatir
karena takut teman lain yang menunggu di bawah merasa bosan. Akhirnya, kami
memutuskan turun ke bawah.
Memang, perjalanan turun selalu terasa lebih
berat daripada perjalanan naik. Masalahnya, sekali lagi deh terakhir, aku cuma
pakai flat shoes. Flat shoes yang digunakan pun hanya
sepatu seharga 35ribuan yang dibeli dadakan di sekitaran kampus karena suatu alasan
yang sudah aku lupakan. Tidak terhitung berapa kali aku terpeleset dan oleng
ketika turun. Ya sebenarnya tidak masalah kalau terpeleset ketika tidak dilihat
banyak orang. Yha ini, aku terpeleset tepat ketika melewati orang-orang yang
sedang berkemah sambil bilang “permisi ya, kak…”. Malunya double.
Sampai di bawah, dengan rasa pegal luar biasa
karena mendaki naik turun menggunakan flat
shoes murah, menahan dingin karena hanya memakai jaket tipis, dan menahan
kekecewaan karena langit malam yang tertutup awan tebal, aku terduduk lemas. Tapi
aku tidak menyesal, kok. Soalnya kan aku sudah berhasil menunaikan salah satu
impian kecilku, berbaring di rerumputan sambil memandang langit malam bertabur
bintang sebelum pergi ke puncak tadi.
Pokoknya, suatu hari nanti, aku harus punya
kamera yang mumpuni dan sanggup memotret milky
way indah di puncak pegunungan yang ada di Jawa Barat. Mari kita jadikan
hal tersebut sebagai… Resolusi 2018!
Salam dari Gunung Putri, Lembang! |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar