NGALEUT MAKAM PANDU
(Part 1)
Pada hari Minggu (28/02/2016) yang lalu, akhirnya saya
mendapatkan kesempatan untuk berkeliling makam Pandu melalui kegiatan Ngaleut
Makam Pandu. Sebenarnya sudah lama saya penasaran dengan isi dari makam Pandu
ini. Berkali-kali melewatinya karena dekat dari rumah, tapi selalu tak ada
waktu untuk sekedar berkeliling melihat isinya.
Rasa penasaran saya makin bertambah pada tahun 2013
lalu, ketika saya sedang KKN di Kelurahan Pajajaran. Saat sedang berjalan
santai pagi dengan teman-teman, saya melihat sebuah pemakaman khas negeri barat
sana yang sangat terawat dan sangat indah. Untuk pertama kalinya seumur hidup
saya melihat makam macam di film-film itu dengan mata kepala sendiri.
Sayangnya, saya hanya dapat melihat melalui ‘lubang tikus’ di balik pagar
tumbuhan tinggi yang menjadi pembatas areal pemakaman tersebut. Karena takut
ketahuan oleh warga sekitar dan satpam, saya dan teman-teman langsung ngacir
tanpa sempat memotret.
Saat saya bergabung dengan Komunitas Aleut, barulah saya
tahu kalau ternyata nama makam tersebut adalah Ereveld Pandu; sebuah pemakaman
Belanda yang tanahnya masih merupakan wilayah aktif Negara Belanda. Jadi tidak
sembarang orang bisa masuk ke sana dan harus izin dulu ke Kedubes Belanda di
Jakarta. Hmmm repot yah.
Ketika Komunitas Aleut mau mengadakan Ngaleut Makam
Pandu ini, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan. Tidak lupa baju tangan panjang
dan Autan saya siapkan untuk Ngaleut kali ini. Kenapa Autan? Wilayah pemakaman
selalu dipenuhi oleh nyamuk demam berdarah yang ganas, jadi kalau mau
berkunjung ke pemakaman, memang ditekankan untuk memakai lotion anti nyamuk.
1.
Makam keluarga Tan Djin Gie
Yang pertama kami kunjungi dalam Ngaleut Makam Pandu
adalah makam keluarga Tan Djin Gie. Untuk yang pernah membaca roman Rasia
Bandoeng, mungkin familiar dengan nama ini. Tan Djin Gie merupakan seorang
Tiong Hoa yang datang ke Bandung dan membuka usaha P&D di daerah Pasar
Baru. Dengan kekayaannya, mereka membuat sebuah rumah dan hotel di Jalan Kebon
Jati. Selain itu beliau juga mendirikan sebuah pabrik teh di Ciroyom. Meskipun
seorang Tiong Hoa, namun beliau merupakan seorang penganut Kristen yang taat,
karena itu jenazahnya dimakamkan di Makam Pandu.
2.
Makam Pilot Charles Phillipe dan Mekaniknya J. Cornelis
P.
Charles Phillipe |
Cornelis P. |
Setelah puas mendengarkan cerita mengenai Tan Djin Gie
dan keluarganya, kami melanjutkan kunjungan ke makam seorang pilot dengan
mekaniknya yang gugur akibat kecelakaan di sekitaran Bandung. Kecelakaan
tersebut terjadi lantaran kondisi lingkungan Bandung yang ekstrem saat itu, dan
juga kondisi pesawat yang kurang baik.
Di pemakaman Pandu ini terdapat dua makam pilot dan
mekaniknya yang gugur akibat kecelakaan pesawat Fokker F.C.V 442 di Padalarang.
Makam pertama dengan nisan berhiaskan patung orang yang bertumpu di atasnya
adalah makam sang pilot yang bernama lengkap Dr. Ir. Charles Philippe Marie
Mathus Bogaerts; kapten infanteri yang juga seorang insinyur mesin militer. Di
sebelahnya terdapat makam rekan dari sang pilot, Johannes Cornelis Pols, yang
seorang penerbang Belanda berpangkat letnan satu infanteri. Sayang sekali,
informasi lebih lanjut mengenai kedua pilot ini maupun kejadian kecelakaannya
tidak terdapat di buku ataupun internet.
3.
Makam Raymond Kennedy
Makam Raymond Kennedy, rumput menutupi hampir seluruh permukaan makam |
Berikutnya kami mengunjungi makam Raymond Kennedy,
seorang professor antropologi dari Yale University. Kennedy menulis setidaknya
tiga buku mengenai etnologi di Indonesia. Dia meninggal pada tahun 1950 karena
ditembak mati oleh serdadu KNIL di Ambon. Bukan hanya Kennedy, rekannya yang
bernama Robert Doyle pun ikut terkena tembakan serdadu KNIL. Baru beberapa hari
kemudian jenazahnya ditemukan oleh tentara Indonesia dan dibawa ke Bandung
untuk dikebumikan di Pemakaman Pandu. Mereka berdua dimakamkan bersebelahan,
namun hanya makam Raymond Kennedy saja yang masih utuh. Tanah dan makam yang
tak terurus membuat makan rekannya, Doyle, tidak bisa dilihat; mungkin juga
sudah hilang tergerus masa.
4.
Makam Ben Strater
Makam Ben Strater |
Berdasarkan diskusi mengenai Freemasonry di Kota Bandung
yang pernah diadakan beberapa bulan lalu di kediaman Rizky Wiryawan, saya sadar
kalau banyak freemason yang berkediaman di Bandung, dan tentunya banyak pula
yang meninggal dan dimakamkan di kota ini juga.
Di pemakaman Pandu ini kami mengunjungi salah satu makam
freemason yang bernama Ben Strater. Di atas nisan tertulis namanya dan tahun
kematiannya, 1936. Makam para freemason biasanya memiliki sebuah ukiran lambang
freemason yang berbentuk jangka dan mistar. Uniknya, di makam Ben Strater ini
terukir logo freemasonry dengan bentuk terbalik dan tulisan rest in verde (beristirahat dengan
tenang). Entah apa maksud dari logo terbalik ini, masih sulit untuk mencari
informasi berdasarkan literatur mengenai hal ini.
5.
Mausoleum Ursone
Ini merupakan salah satu makam yang sangat saya
tunggu-tunggu, makam keluarga Ursone. Keluarga Ursone merupakan keluarga
berkebangsaan Italia pertama yang ada di Bandung. Mereka adalah pemilik
perusahaan susu sapi yang berlokasi di Lembang. Bukit tempat berdirinya
bangunan Observatorium Bosscha pun merupakan milik keluarga Ursone. Peternakan
sapi tersebut terletak tidak jauh dari observatorium dan kediaman mereka bukit
Bosscha; dibangun pada tahun 1895 dan diberi nama Lembangsche Melkerij Ursone.
Pemakaman ini dinamakan Mausoleum karena dalam satu bangunan terdapat beberapa makam dan
bangunan seperti ini hanya dapat ditemukan di pemakaman Pandu dan Cikadut. Pada
awalnya, Mausoleum ini terletak di kerkhof
(pemakaman) Kebon Jahe sebelum dipindahkan ke Pemakaman Pandu. Bangunannya
sangat amat indah, dengan gaya khas Eropa, dengan dua patung malaikat berdiri
di masing-masing sisi bangunan, berpose layaknya sedang berdoa. Di bagian luar
dinding bangunan terdapat ukiran nama-nama keluarga Ursone yang meninggal dan
dimakamkan di dalam bangunan tersebut. Total ada 11 nisan dan 8 nama di
Mausoleum Ursone ini.
6.
Makam Laci
Disebut makam laci karena bentuknya seperti laci-laci
penyimpanan mayat yang biasa kita lihat di ruang penyimpanan mayat di rumah
sakit. Seram, itulah hal yang pertama kali saya rasakan saat melihatnya.
Terutama ketika melihat beberapa laci yang ternyata sudah kosong dan dibiarkan
begitu saja. Untungnya tidak ada benda-benda menyeramkan yang tertinggal di
dalam laci yang kosong itu.
banyak makam yang kosong :( |
7.
Makam C.P. Wolff Schoemaker
Makam Schoemaker yang bersih dan terawat |
Satu lagi makam yang sangat ingin saya kunjungi di
Pemakaman Pandu selain Mauseloum Ursone, yaitu makam C.P. Wolff Schoemaker. Nama
C. P. Wolff Schoemaker sudah sangat dikenal terutama bagi para pengamat
sejarah. Saya pun baru mengetahui nama Schoemaker saat pertama kali berkuliah
di Universitas Pendidikan Indonesia. Villa Isola yang menjadi kebanggaan Bumi
Siliwangi UPI merupakan salah satu karya Schoemaker yang sangat terkenal. Selain
itu Schoemaker juga menjadi arsitek untuk bangunan-bangunan terkenal lainnya di
Bandung seperti Gedung Landmark (Braga), Gedung Merdeka, Hotel Grand Preanger,
dll.
Dimakamkan tahun 1948, nisan dari guru presiden pertama
RI ini sempat tidak terurus. Baru beberapa tahun ke belakang beberapa
perwakilan dari ITB membayar pajak untuk makam Schoemaker dan mengurusnya
sehingga makam ini menjadi sebersih dan sebagus yang terlihat saat ini.
Selanjutnya kami mengunjungi permakaman Ereveld Pandu. Namun
karena posting ini sudah terlalu panjang, rasanya lebih mudah kalau pengalaman
di dalam Ereveld Pandu ini saya posting di tulisan berikutnya :D
"Berdiri tahun 1932" |
***Disclaimer:
Semua foto yang ada di dalam tulisan ini merupakan dokumentasi pribadi. Bila ingin mengambil gambar dan menyertakannya dalam halaman lain di luar blog ini, sila berikan kredit. Terima kasih ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar